Text
Kumpulan Cerpen Pesan dari Tanah
Saya hanya ingin mengapresiasi apa yang dilakukan Hilmi Faiq, termasuk usahanya
menceritakan segi-segi magis yang banyak muncul dalam karya-karyanya. Sudah lama
dikarenakan apa yang dipahami banyak orang sebagai rasionalitas, tak terkecuali kaidah-kaidah
jurnalisme yang rigid, kita kehilangan dunia dongeng, story telling, mitologi, folklore,
kemamang, wewe gombel, werdon, dan lain-lain. Manusia tidak bisa dikompartemensasikan
sebagai semata-mata gejala wadak, fisik, tangible-sebutannya fakta.
Terlebih lagi kini kita hidup di dunia virtual-digital. Batas antara yang nyata dan tidak nyata kian
kabur. Dunia dikepung oleh narasi kebohongan. Kita membutuhkan meta-narrative, dan salah
satu cara menjawabnya ada pada buku yang sekarang di tangan kalian.
Bre Redana, penulis
Membaca ragam kemanusiaan rasanya seperti menjalani ujian, seberapa rapuhkah kita?
Manusia memang patut belajar dari tikus dan belut, seperti Limbus!
Meiske Taurisia (Dede), produser film
Susunan fabula atau cerita sebagai runtutan suasana hati, situasi sosial, dan tindakan logis telah
menjadi bagian penting dalam sekumpulan cerita pendek karya pesastra Hilmi Faiq.
Dia menghadirkan fabula yang dibalut secara realis, enak dibaca, dan ada kalanya satire.
Kekuatan kisah-kisah humanis tercampur dengan narasi yang jauh dari genre sastra "mayor",
namun begitulah Hilmi Faiq yang lihai menunjukkan kekuatan imajinernya. Sebagai cerpenis,
dia pun berhasil mengusung fabula kehidupan di sekitarnya dengan kacamata keakuan; penuh
nilai-nilai magis, sosio-kultural, dan unsur allegry yang mumpuni dalam setiap lembaran kisah.
Iwan Jaconiah, penyair, kandidat PhD Culturology di Russian State Social University
Tidak tersedia versi lain