Text
Mejadi Penggerak Perdamaian: Malang Kota Toleran Dan Rukun
Damai itu sebuah kata. Dia tidak berbentuk dan tidak dapat
dilihat, tapi dapat dirasakan. Seringkali setiap orang mendambanya,
namun pada saat yang sama dia melepaskannya demi sebuah
sebuah asa dan rasa pribadi. Lalu, apakah suatu kesalahan jika
seseorang menginginkan damai dan pencapaian asa pribadi disaat
yang sama bisa dilakukan? Apakah keinginan tersebut bentuk
egoisme seseorang atau sebenarnya kita bisa membentuk,
mengolah dan membuat damai berdampingan dan berjalan seiring
dengan asa pribadi.
Tapi apakah hal itu mungkin jika damai dan asa hadir ber-
samaan dalam situasi yang kompleks seperti multi-entitas, multi-
etnis, multi-kultur, multi-level ekonomi, multi-interest, sebagaimana
situasi yang dimiliki Indonesia sebagai sebuah bangsa, atau
bagaimana dengan Malang sebagai miniatur dari sebuah bangsa
(Indonesia). Apakah damai sebuah asa atau realita yang ada? Apa
yang terjadi jika kata damai yang tidak berbentuk namun dapat
dirasakan tidak bisa diolah untuk berjalan seiring dengan asa
pribadi yang mewakili kompleksitas situasi seseorang yang disebut
personal?
Tidak tersedia versi lain